Tayamum
Dalam Islam
diajarkan untuk pemeluknya bahwa dalam beribadah kita harus suci. Oleh
karena itu itu disyariatkan adanya bersuci. Cara bersuci yang dikenal
dalam Islam meliputi mandi, wudhu dan tayamum. Dalam artikel kali ini kita akan membahas mengenai tayamum.
Pengertian Tayamum
Pengertian Tayamum yang didefinisikan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin adalah sebagai berikut:
- Jika diartikan secara bahasa, tayamum artinya bermaksud atau menyengajakan. Hal ini sesuai dengan ungkapan orang arab yakni tayyamamtu asy syai’a yang maknanya qashadtuhu (saya menginginkannya).
- Menurut terminologi syariat, yang dimaksud dengan tayamum adalah membasuh wajah dan kedua telapak tangan dengan menggunakan ash-sha’id suci yang menggantikan bersuci menggunakan air jika memang tidak bisa menggunakan air.
Secara syariat, tayamum
adalah suatu keistimewaan dari umat Islam. Hal ini membuktikan bahwa
Allah itu adil dan memudahkan manusia sebagai wujud dari kasih
sayang-Nya.
Dalil pensyari’atan tayamum
Mengenai tayamum, ada beberapa dalil yang membenarkan. Allah Ta’ala berfirman, yang artinya:
“Dan (apabila) kemudian kalian tidak berhasil menemukan air maka bertayamumlah dengan tanah yang suci.” QS. An-Nisaa’: 43
Diriwayatkan
oleh ‘Imran bin Hushain ra., Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
pernah melihat ada seorang lelaki yang memisahkan diri tidak ikut shalat
berjamaah bersama orang-orang. Maka beliau pun bertanya kepadanya, “Wahai fulan, apakah yang menghalangimu untuk shalat bersama orang-orang ?” Lelaki itu menjawab, “Wahai Rasulullah, saya mengalami junub sedangkan air tidak ada.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hendaknya engkau bersuci dengan ash-sha’id, itu saja sudah cukup bagimu.” HR. Bukhari no. 348 dalam At-Tayamum
Dalam
terminologi diatas, ada kata ash sha’id. Apa itu ash sha’id? Ash sha’id
adalah permukaan bumi dan segala sesuatu yang ada diatasnya. Maka dari
itu diperbolehkan tayamum dengan apa saja yang masih layak disebut
sebagai permukaan bumi. Demikian adalah pendapat dari Abu Hanifah, Abu
Yusuf, Imam Malik dan Ibnu Taimiyah dalam Shahih Fiqih Sunnah I/198.
Hadits ini juga menunjukkan bahwa dalam ketiadaan air, maka
diperbolehkan bersuci dengan tayamum. Dalam hadits ini juga kita dapat
melihat bahwa tayamum memiliki kedudukan setara seperti bersuci dengan
air, namun dengan syarat air tidak ada atau ada ketidaksanggupan untuk
memakainya. (Tanbiihul Afhaam wa Taisirul ‘Allaam, jilid 1 hal. 113-114)
Penyebab yang membolehkan tayamum
Secara syariat tayamum dapat dilakukan jika ada keadaan sebagai berikut:
- Tidak ada air yang cukup untuk bersuci
- Tidak sanggup memakai air
- Kekhawatiran yang timbul mengenai bahaya jika badan tersentuh air karena sakit yang diderita atau hawa dingin yang terlalu parah.
Bahkan
menurut beberapa ulama, orang yang khawatir bahwa kematian akan
menjemputnya pada saat hawa dingin sangat menusuk diperbolehkan tayamum
karena serupa orang sakit. (Shahih Fiqih Sunnah I/196). Dalilnya adalah
sebuah hadits yang diriwayatkan dari Jabir ra., ia bercerita sebagai
berikut:
Pada suatu saat kami
bepergian dalam sebuah rombongan perjalanan. Tiba-tiba ada seorang
lelaki diantara kami yang tertimpa batu sehingga menyisakan luka di
kepalanya. Beberapa waktu sesudah itu dia mengalami mimpi basah. Maka
dia pun bertanya kepada sahabat-sahabatnya, “Apakah menurut kalian dalam kondisi ini saya diberi keringanan untuk bertayamum saja?” Menanggapi pertanyaan itu mereka menjawab, “Menurut kami engkau tidak diberikan keringanan untuk melakukan hal itu, sedangkan engkau sanggup memakai air.”
Maka orang itu pun mandi dan akhirnya meninggal. Tatkala kami berjumpa
dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka beliau mendapat
laporan tentang peristiwa itu. Beliau bersabda, “Mereka telah
menyebabkan dia mati! Semoga Allah membinasakan mereka. Kenapa mereka
tidak mau bertanya ketika tidak mengetahui. Karena sesungguhnya obat
ketidaktahuan adalah dengan bertanya. Sebenarnya dia cukup bertayamum
saja.” HR. Abu Dawud, Ahmad dan Hakim
Tata cara bersuci dengan tayamum
Setelah membahas mengenai bagaimana hukum bersuci jika tidak ada air dan anjurannya. Maka kini kita akan membahas mengenai tata cara bersuci dengan tayamum. Hal ini dimuat dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh ‘Ammar bin Yasir, yakni:‘Saya pernah mengalami junub dan ketika itu saya tidak mendapatkan air (untuk mandi, pen). Oleh karena itu saya pun bergulung-gulung di tanah (untuk bersuci, pen) dan kemudian saya menjalankan shalat. Maka hal itu pun saya ceritakan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi bersabda, “Sebenarnya sudah cukup bagimu bersuci dengan cara seperti ini.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memukulkan kedua telapak tangannya di atas tanah dan meniup keduanya. Kemudian dengan kedua telapak tangan itu beliau membasuh wajah dan telapak tangannya.’ HR. Bukhari dan Muslim
Dari hadits diatas dan beberapa hadits lainnya mengenai tata cara tayamum yang benar, maka yang benar hanyalah menepukkan telapak tangan satu kali ke tanah atau permukaan bumi lainnya, lalu kemudian meniupnya. Setelah itu membasuhkan kedua telapak tangan ke wajah dan telapak tangan lainnya hinggga pergelangan tangan, baik luar maupun dalam. (Shahih Fiqih Sunnah I/202-203)
Dijelaskan oleh syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin bahwa tata cara tayamum karena junub tidak berbeda dengan tayamum karena hadats kecil, yakni dengan cara menepuk kedua telapak tangan ke tanah sekali dan membasuh wajah, telapat tangan kanan dan kirinya. Sedangkan syaikh Ibnu Bassam menerangkan bahwa tayamum hanya memerlukan satu tepukan saja, dimana pendapat ini dianut oleh mayoritas ulama seperti Imam Ahmad, Al Auza’i, Ishaq dan ulama ahli hadits. Tentu saja pendapat ini didasari oleh hadits yang shahih.
Bertayamum menggunakan dinding
Selain pada permukaan bumi secara langsung, seperti misalnya tanah, batu dan lain sebagainya, bertayamum juga dapat dilakukan dengan dinding. Hal ini sesuai dengan salah satu hadits sebagai berikut:Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma bahwa dia berkata; Saya datang bersama dengan ‘Abdullah bin Yasar bekas budak Maimunah isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tatkala kami bertemu dengan Abu Jahim bin Al-Harits bin Ash-Shamah Al-Anshari maka Abu Jahim mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah datang dari arah sumur Jamal. Kemudian ada seorang lelaki yang menemuinya dan mengucapkan salam kepada beliau. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menjawab salamnya hingga beliau menyentuh dinding (dengan tangannya, pen) kemudian membasuh wajah dan kedua telapak tangannya. Baru setelah itu beliau mau menjawab salamnya.” Muttafaq ‘alaih / Al Wajiz hal. 57
Dengan adanya hadits diatas menunjukkan bahwa menggunakan dinding sebagai media tayamum itu diperbolehkan. Demikian ulasan lengkap kami mengenai tayamum dan tata cara bertayamum. Semoga bermanfaat.
referensi : http://www.berryhs.com/2012/01/cara-tayamum-yang-benar-menurut-islam.html
0 komentar:
Posting Komentar