Yang akan kita bahas kali ini adalah
nikah pada masa ‘iddah. Masa ‘iddah adalah masa menunggu bagi wanita
karena beberapa sebab yang menyebabkan ia harus menunggu hingga waktu
tertentu. Waktu ‘iddah dimaksudkan untuk mengetahui kosongnya rahim,
dalam rangka ibadah atau dalam rangka berkabung atas meninggalnya suami.
Seorang wanita haram hukumnya dinikahi pada masa ‘iddah. Seperti yang difirmankan Allah Ta’ala berikut, yang artinya:
“Dan janganlah kamu berazam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis ‘iddahnya.” QS. Al Baqarah: 235
Imam
Nawawi menyebutkan dalam bukunya Al Majmu’ 16:240 bahwa “Tidak boleh
menikahi wanita yang berada pada masa ‘iddah karena suatu sebab. … Salah
satu tujuan masa ‘iddah adalah untuk menjaga nasab.
Jika kita membolehkan nikah pada masa tersebut, tentu akan bercampurlah
nasab dan tujuan nikah pun jadi sia-sia (karena kacaunya nasab).” Masa ‘iddah bagi wanita ada tiga macam, diantaranya akan kami bahas satu persatu dibawah ini.
Masa ‘Iddah dengan hitungan quru’
Masa
‘iddah seorang wanita disyaratkan sebanyak tiga quru’. Lantas, apa yang
dimaksud quru’? Ada beberapa ulama berpendapat bahwa quru’ adalah masa
suci wanita. Namun dalam suatu hadits disebutkan bahwa quru’ adalah masa
haid atau menstruasi. Seperti yang termaktub dalam hadits berikut ini
yang artinya:
“Sesungguhnya darah
(istihadhoh) adalah urat (yang luka). Lihatlah, jika datang quru’,
janganlah shalat. Jika telah berlalu quru’, bersucilah kemudian
shalatlah di antara masa quru’ dan quru’.” HR. Abu Daud no. 280, An Nasai no. 211, Ibnu Majah no. 620, dan Ahmad 6: 420
Sangat jelas disini bahwa Rasulullah menyuruh wanita sholat diantara masa quru’ dan quru’.
Seperti yang kita ketahui, wanita tidak boleh sholat ketika sedang
haid. Maka dengan ini dapat dijelaskan bahwa quru’ adalah haid. Pendapat
ini dianut oleh mayoritas ulama salaf. Jadi setelah tiga kali haid,
wanita diperbolehkan menikah lagi.
Masa ‘iddah dengan hitungan bulan
Masa
‘iddah dengan menggunakan bulan digunakan dalam dua keadaan. Yang
pertama adalah sebagai ganti hitungan haid bagi wanita yang sudah tidak
haid lagi karena uzur (menopause) atau tidak mendapati haid karena masih
belum cukup umur atau sudah cukup umur namun belum haid karena faktor
tertentu. Ini sesuai dengan firman Allah Ta’ala yang artinya:
“Dan
perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara
perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka
masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula)
perempuan-perempuan yang tidak haid.” QS. Ath Tholaq: 4
Sedangkan
yang kedua adalah masa ‘iddah selama 4 bulan 10 hari dalam kalender
hijriyah bagi wanita yang ditinggal mati suaminya, baik yang belum
disetubuhi atau sesudahnya, baik wanita yang pernah haid atau tidak
pernah haid, asalkan wanita tersebut bukan wanita hamil. Dalam hal ini
sesuai dengan firman Allah Ta’ala yang artinya:
”Orang-orang
yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri
(hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber’iddah) empat bulan
sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis ‘iddahnya, maka tiada dosa
bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka
menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.” QS. Al Baqarah: 234
Ditambah lagi Rasulullah bersabda:
“Tidak
dihalalkan bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir
untuk berkabung atas kematian seseorang lebih dari tiga hari, kecuali
atas kematian suaminya, yaitu (selama) empat bulan sepuluh hari.” HR. Bukhari no. 5334 dan Muslim no. 1491
Masa ‘iddah bagi wanita hamil
Masa ‘iddah wanita hamil adalah hingga melahirkan, baik ‘iddahnya karena talak atau persetubuhan syubhat (hamil karena zina atu diperkosa). Tujuan masa ‘iddah
ini adalah untuk membuktikan kosongnya rahim, sehingga ditunggu hingga
waktu melahirkan. Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirman, yang artinya:
“Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya.” QS. Ath Tholaq: 4
Bagaimana
dengan wanita yang ditinggal mati suami dalam keadaan hamil? Para ulama
berselisih pendapat tentang hal ini. Namun mayoritas berpendapat bahwa
masa ‘iddahnya akan berakhir pada saat ia melahirkan. Baik apakah masa
itu lama atau sebentar diukur dari kematian suaminya. Meskipun ia
melahirkan satu hari setelah suaminya meninggal, maka masa ‘iddahnya
sudah berakhir dan halal untuk menikah.Sumber klik disini
0 komentar:
Posting Komentar