Welcome to my blog andreekeren.blogspot.com

Minggu, 12 April 2015

Hukum memberi dan mengembalikan hadiah merut islam

         Hukum asalnya memberi hadiah adalah mubah. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah, yang artinya:
Salinglah memberi hadiah, niscaya kalian akan timbul rasa cinta di antara kalian.” HR. Malik
Namun tentu saja ada pengecualian, dimana tidak selamanya menerima dan memberi hadiah itu halal. Ada beberapa kondisi yang menyebabkan hadiah menjadi halal atau haram. Coba simak rincian berikut:
    hadiah yang halal
  1. Hadiah yang halal adalah hadiah yang diberikan tanpa berkaitan dengan status, posisi atau jabatan seseorang. Semisal adalah hadiah dari seseorang untuk sahabatnya. Seorang hakin atau pejabat negara diharamkan menerima hadiah dari orang lain, karena ditakutkan akan mempengaruhi keputusannya terhadap suatu hal yang mungkin berkaitan dengan si pemberi hadiah. Kesimpulannya, memberi dan menerima hadiah hukumnya halal untuk orang pada umumnya, namun dapat berubah menjadi haram dan berstatus menjadi suap jika diberikan atau diterima oleh pejabat negara atau hakim.
  2. Memberi dan menerima hadiah menjadi haram jika hadiah yang ada digunakan untuk mendukung kebatilan. Penerima dan pemberi hadiah jenis ini telah berdosa karena melakukan hal yang terlarang. Hadiah seperti ini sangat wajib dikembalikan kepada yang memberikan. Hukum hadiah seperti ini haram bagi semua orang, tidak hanya untuk hakim dan pejabat negara.
Hadiah yang diberikan oleh seseorang yang merasa takut akan gangguan orang yang diberi. Jika tidak diberi, maka ada gangguan baik tubuh maupun harta. Perbuatan ini boleh dilakukan oleh yang memberi, namun haram diterima bagi orang yang dituju. Tidak mengganggu diri dan harta orang lain itu hukumnya wajib, serta tidak boleh menerima kompensasi finansial untuk melakukan sesuatu yang hukumnya wajib.

Mengembalikan hadiah haram

Seorang pejabat negara wajib mengembalikan hadiah yang kepada orang yang memberikan. Jika hadiah tersebut tanpa sengaja telah dikonsumsi, maka wajib diganti dengan barang yang serupa. Untuk suatu kasus si pemberi hadiah tidak diketahui keberadaannya, tidak diketahui namanya, tidak dimungkinkan memulangkan hadiah karena jaraknya telalu jauh, hendaknya barang tersebut dianggap sebagai barang temuan dan diletakkan di baitul maal. Pemberian kepada pejabat negara itu karena posisi orang tersebut sebagai pejabat negara.
Oleh karena itu hadiah tersebut adalah hak rakyat. Maka wajib diletakkan di baitul maal yang memang merupakan tempat kepentingan umum. Namun yang perlu diingat adalah bahwa barang tersebut merupakan barang temuan, sehingga apabila pengirimnya sudah diketahui, maka dapat dikembalikan. Jika seorang pejabat negara meyakini bahwa jika menolak hadiah yang diberikan oleh orang yang memiliki hubungan baik dengannya akn menyebabkan orang tersebut tersakiti, pejabat negara tersebut boleh menerima hadiah itu asalkan ia menyerahkan uang senilai barang tersebut kepada orang yang memberi. Dengan kata lain, pejabat tersebut membelinya. [Sumber: Ustadz Aris]
Lantas, bagaimana dengan yang bukan pejabat negara? Maksudnya adalah pegawai dari suatu perusahaan yang mendapatkan hadiah berdasarkan statusnya sebagai pekerja di perusahaan tersebut. Untuk kasus seperti ini, hadiah tersebut harus dikembalikan kepada bos atau atasannya. Namun jika atasannya ridho hadiah tersebut untuk anak buahnya, maka boleh diterima dan dimanfaatkan oleh orang yang diberi. (iwan)

0 komentar: