Hukum asalnya memberi hadiah adalah mubah. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah, yang artinya:
“Salinglah memberi hadiah, niscaya kalian akan timbul rasa cinta di antara kalian.” HR. Malik
Namun
tentu saja ada pengecualian, dimana tidak selamanya menerima dan
memberi hadiah itu halal. Ada beberapa kondisi yang menyebabkan hadiah
menjadi halal atau haram. Coba simak rincian berikut:
- Hadiah yang halal adalah hadiah yang diberikan tanpa berkaitan dengan status, posisi atau jabatan seseorang. Semisal adalah hadiah dari seseorang untuk sahabatnya. Seorang hakin atau pejabat negara diharamkan menerima hadiah dari orang lain, karena ditakutkan akan mempengaruhi keputusannya terhadap suatu hal yang mungkin berkaitan dengan si pemberi hadiah. Kesimpulannya, memberi dan menerima hadiah hukumnya halal untuk orang pada umumnya, namun dapat berubah menjadi haram dan berstatus menjadi suap jika diberikan atau diterima oleh pejabat negara atau hakim.
- Memberi dan menerima hadiah menjadi haram jika hadiah yang ada digunakan untuk mendukung kebatilan. Penerima dan pemberi hadiah jenis ini telah berdosa karena melakukan hal yang terlarang. Hadiah seperti ini sangat wajib dikembalikan kepada yang memberikan. Hukum hadiah seperti ini haram bagi semua orang, tidak hanya untuk hakim dan pejabat negara.
Hadiah
yang diberikan oleh seseorang yang merasa takut akan gangguan orang
yang diberi. Jika tidak diberi, maka ada gangguan baik tubuh maupun
harta. Perbuatan ini boleh dilakukan oleh yang memberi, namun haram
diterima bagi orang yang dituju. Tidak mengganggu diri dan harta orang
lain itu hukumnya wajib, serta tidak boleh menerima kompensasi finansial
untuk melakukan sesuatu yang hukumnya wajib.
Mengembalikan hadiah haram
Seorang
pejabat negara wajib mengembalikan hadiah yang kepada orang yang
memberikan. Jika hadiah tersebut tanpa sengaja telah dikonsumsi, maka
wajib diganti dengan barang yang serupa. Untuk suatu kasus si pemberi
hadiah tidak diketahui keberadaannya, tidak diketahui namanya, tidak
dimungkinkan memulangkan hadiah karena jaraknya telalu jauh, hendaknya
barang tersebut dianggap sebagai barang temuan dan diletakkan di baitul
maal. Pemberian kepada pejabat negara itu karena posisi orang tersebut
sebagai pejabat negara.
Oleh karena
itu hadiah tersebut adalah hak rakyat. Maka wajib diletakkan di baitul
maal yang memang merupakan tempat kepentingan umum. Namun yang perlu
diingat adalah bahwa barang tersebut merupakan barang temuan, sehingga
apabila pengirimnya sudah diketahui, maka dapat dikembalikan. Jika
seorang pejabat negara meyakini bahwa jika menolak hadiah yang diberikan
oleh orang yang memiliki hubungan baik dengannya akn menyebabkan orang
tersebut tersakiti, pejabat negara tersebut boleh menerima hadiah itu
asalkan ia menyerahkan uang senilai barang tersebut kepada orang yang
memberi. Dengan kata lain, pejabat tersebut membelinya. [Sumber: Ustadz Aris]
Lantas,
bagaimana dengan yang bukan pejabat negara? Maksudnya adalah pegawai
dari suatu perusahaan yang mendapatkan hadiah berdasarkan statusnya
sebagai pekerja di perusahaan tersebut. Untuk kasus seperti ini, hadiah
tersebut harus dikembalikan kepada bos atau atasannya. Namun jika
atasannya ridho hadiah tersebut untuk anak buahnya, maka boleh diterima
dan dimanfaatkan oleh orang yang diberi. (iwan)
0 komentar:
Posting Komentar